Aku pergi, seperti camar pagi tadi.
berkalung sarung apak keringat dan daki.
meninggalkan kehangatan istriku,
menuju hawa dingin subuh yang hampir beku.
Sesekali, ku menoleh kearah rumah,
yang kini hanya seperti remah-remah,
bergerombol tumpang-tindih di tepian,
Disela-sela ayunan pukat panjang yang ketebarkan.
Kau lihat itu?
Yang ditengah-tengah kepungan jaringku?
Ya, sejuta camar bertarung sesamanya,
di hamparan riak kasar lautan.
Senyum sedikit, penuh harap.
Kurasa kali ini aku 'kan pulang dengan tertawa.
Camar melintas di kepala,
mengejar rizki yang tak boleh disia-siakan.
Lihat, camar itu melambaikan tangannya padaku.
Memberi salam "Terima Kasih".
Kubalas lambaiannya denga "Sama-sama".
Tapi itu satu jam yang lalu,
Sebelum pukatku koyak ditengah.
Kini hanya senyum tipis yang kulukis,
Ma'af sayang, kau harus bilang pada juragan Darwis
Untuk memberi waktu seminggu lagi,
Dan barangkali di mau meminjami beras untuk hari ini.
Thursday, July 26, 2012
Camar
Di Publikasikan
Jon Moekidi
pada
Thursday, July 26, 2012
Advertisement
Advertisement
Tags :
Sajak,
Syair Extend
Related : Camar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment