Gelarnya Al-Imam Al-'Ulama Al-Haramain atau imamnya para ulama dua kota suci (Makkah dan Madinah), terkhusus lagi merujuk pada dua masjid suci, yakni Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Imam Masjidil Haram di masanya ini sangat disegani oleh para ulama zaman itu disebabkan ketinggian ilmunya dan keluasan wawasannya. Sedemikian besar pengaruh dan kepakarannya sehingga julukan Al-Sayyid Al-'Ulama Al-Hijaz (Pemimpin Para Ulama Hijaz) juga melekat pada dirinya. Dia mufassir yang sangat terkenal dengan kitabnya bertajuk MurĂ¢h Labid li Kasyafi Ma’na Qur΄an Majid, tetapi lebih populer dengan sebutan Tafsir Munir, kitab tafsir Al-Qur'an yang biasa dipelajari santri NU setelah belajar Tafsir Jalalain. Dialah Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani.
Sepanjang hidupnya, Syaikh Nawawi Al-Bantani telah menulis 115 judul kitab, di antaranya hingga kini banyak dipakai di berbagai pondok pesantren NU. Tetapi beliau sendiri merupakan sosok yang dihormati oleh berbagai kalangan. Bukan hanya di lingkungan nahdliyin yang ketika itu memang belum berdiri. Di antara murid-muridnya, tercatat nama Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari yang merupakan pendiri NU dan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Tentu saja banyak tokoh lain di luar kedua nama besar tersebut, semisal KH. Mas Abdurahman, pendiri Mathla'ul Anwar.
Tak heran jika keturunannya pun dikenal keluasan ilmunya. Salah satu cicitnya kelak menjadi Rais Aam PBNU, posisi tertinggi di jam'iyah Nahdlatul 'Ulama. Dialah KH. Ma'ruf Amin, seorang kyai alumni pondok pesantren Tebuireng, Jombang. Dan sepanjang sejarah, posisi Rais Aam memang selalu berada di tangan ulama yang memiliki garis nasab (keturunan) sangat kuat dan tentu saja harus memiliki kematangan ilmu yang mendalam.
Rais Aam merupakan kedudukan yang sangat dihormati, dimuliakan.
Mereka yang pernah mereguk pengalaman belajar di masjid, mushalla dan pesantren NU pasti akan merasakan betapa kita harus sungguh-sungguh memuliakan menghormati para ulama, terlebih dari garis nasab orang yang sangat tinggi kemuliaannya. Berbeda pendapat sekeras apa pun, tidak boleh menyurutkan penghormatan dan sikap memuliakan guru. Bahkan yang menarik, perbedaan pendapat yang dilandasi ilmu dan adab justru semakin mendekatkan mengakrabkan. KH. Ma'shum Aly, murid KH. Hasyim Asy'ari yang sangat sering berbeda pendapat, justru diambil sebagai menantu. Sampai akhir hayat, keduanya sering berbeda pendapat. Dan tetap sangat menjaga adab.
Maka, tak heran jika seketika banyak yang sangat terluka hatinya begitu mendapati ada manusia yang buruk adabnya merendahkan menghinakan ulama panutan, pemimpin tertinggi NU sekaligus dzuriyah ulama besar pula. Mereka yang selama ini tak lagi berkecimpung di struktur NU pun seketika menggelegak terluka yang sangat dalam. Tak terkecuali seorang Prof. Dr. Mahfud MD yang biasanya senantiasa tenang pun tersinggung berat.
Pernahkah kalian merasakan cinta kepada guru, kepada ulama? Jika yang engkau cintai dihinakan, luka itu sulit sembuhnya.
Bagaimana bisa rasa itu sedemikian kuat? Serupa anak kepada ibunya. Mereka bisa tenang ketika dirinya disudutkan direndahkan. Tetapi rasa sakit itu tak tertahankan ketika ibunya dihardik diremehkan.
Sumber: Mohammad Fauzil Adzim, Guru yang endut yang trendi.
0 komentar:
Post a Comment